NAMA : Christian
Andika P.
NPM : 11210576
KELAS : 4
EA10
PELANGGARAN ETIKA BISNIS YANG
TERJADI PADA ERA GLOBALISASI
Perkembangan
bisnis saat ini telah memasuki era globalisasi, dimana terjadi pergerakan
komoditas, modal, dan juga manusia yang seolah tanpa batas menembus ke segala
penjuru dunia. Modal paling utama dalam bisnis adalah nama dan kepercayaan.
Ukuran etika dan sopan santun dalam dunia bisnis sangatlah keras, kalaulah ada
pengusaha yang melanggar etika, mereka lebih banyak mendapat hukuman dari
masyarakat, dibandingkan dari pemerintah. Karena pada dasarnya juga masyarakat
bisnis itu punya jaringan tersendiri, yang sangat luas dan efektif, sehingga
setiap pengusaha yang berbuat curang, maka namanya akan segera tersiar, hal itu
tentunya akan merusak nama baiknya sendiri. Etika bisnis itu tidak hanya
terlihat dalam hubungan antara pengusaha saja, namun juga terkait hubungan
dengan pemerintah dan tentunya masyarakat. Walaupun sejauh perusahaan dalam
masyarakat masih susah diukur, namun paling tidak kita bisa kembalikan ke hati
nurani pengusaha itu sendiri.
Etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti adat istiadat atau
kebiasaan yang baik. Jadi dapat kita ketahui bahwa etika adalah ilmu yang
mempelajari tentang manusia dan sifat-sifatnya. Selain itu, etika tidak
mempermasalahkan manusia dan bagaimana keadaanya melainkan tentang bagaimana
manusia itu bertindak. Etika memiliki fungsi yaitu:
- Sebagai sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
- Ketika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
- . Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Jadi
dapat dikatakan seseorang yang beretika baik adalah orang yang berintegritas
tinggi, jujur dan penuh tanggung jawab, serta dapat mengakui kesalahan dan
belajar dari kesalahan itu. Namun melihat perkembangan sekarang ini, kita
melihat bahwa ada sebuah konsep yang salah dimana dalam dunia bisnis itu siapa
yang sukses adalah mereka yang mampu menghancurkan saingan bisnisnya dan
memperkaya dirinya dengan berbagai cara. Etika yang ada tersebut sudah mulai
terlupakan. Padahal di era globalisasi seperti ini, ada hubungan yang saling
membutuhkan antara pelaku bisnis golongan atas dan golongan menengah. Dalam hal
ini, tercermin jelas dalam profesi akuntan publik. Kebanyakan etika dari
akuntan telah mulai terlupakan dan para akuntan melupakan kode-kode etik
profesinya. Padahal profesi akuntan publik ini adalah profesi yang sangat
penting mengingat masyarakat sangat bergantung kepada laporan serta audit yang
dilakukan oleh seorang akuntan. Mengapa profesi akuntan sangat penting adalah
karena profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan
memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi
sumber-sumber ekonomi. Oleh karena itu kejujuran dan transparansi sangat
dibutuhkan oleh seorang akuntan, khususnya akuntan publik. Karena ini
menyangkut kepentingan dan kesejahtraan hidup orang banyak.Menurut kode etik
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang berlaku bagi para akuntan
Kode yang dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik
yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya. Di dalam kode etik tersebut, dijelaskan lebih
jauh tentang tujuan dari profesi akuntan yaitu memenuhi tanggung-jawabnya
dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi,
dengan orientasi kepada kepentingan publik. Dan untuk mencapai tujuan tersebut
terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi yaitu: kredibilitas (integrity), profesionalisme (competency), kualitas jasa (objectivity), dan kepercayaan (confidentiality).
Ada
beberapa contoh kasus pelanggaran etika berbisinis di jaman sekarang atau era
globalisasi di bidang akuntansi yang ada di Indonesia, seperti salah satu
contohnya adalah dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh IM3. Pihak
IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN). Jika pajak masukan
lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena
itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing
(PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima
tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak
manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan otoritas terkait
dalam melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga melakukan konspirasi dengan
auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang
menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan
pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut. Pihak pemerintah dan DPR perlu
segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan kredibel untuk
melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan
keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang
secara sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya
bisa dicabut izin operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.
Kasus
diatas mungkin hanya salah satu kasus yang muncul ke publik. Tidak diketahui
berapa banyak pelanggaran etik akuntansi di era glonalisasi ini yang tidak
terungkap karena ditutup rapat-rapat oleh manajemen perusahaan yang tidak ingin
pamor perusahaannya menurun. Oleh karena itu, sebagai akuntan profesional harus
sadar akan perannya yang vital sebagai penyusun dan pengaudit laporan-laporan
keuangan. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan ini digunakan sebagai
rujukan pemegang dana untuk berinvestasi dan dengan begitu sektor ekonomi
khususnya di Indonesia dapat meguat dan akhirnya menyejahterakan masyarakat
juga. Sebagai seorang akuntan, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan-tekanan
untuk melakukan pelanggaran etik akuntansi sangat besar. Oleh karena itu,
setiap akuntan harus berpegang kepada kode etik internasional yaitu Competency, Integrity, Confidentiality,
dan Objectivity. Selain itu juga
kepada kode etik dari Ikatan Akuntan Indonesia yang hampir sama dengan itu
yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis. Pelanggaran-pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan
sebenarnya sangat fatal akibatnya jika sampe kedapatan. Tapi sayangnya di
Indonesia, sangsi yang diberikan terhadap pelanggaran seperti ini sangat kecil
yaitu hanya teguran atau pencabutan izin. Berbeda dengan di Amerika, dimana
jika ketahuan dapat dikenakan hukuman penjara.
Etika dan integritas
merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang
ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang,
kemampuan untuk berani mengakui atau menyadari kesalahan dan belajar dari
kegagalan. Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan
sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan
musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal,
perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru akan mempromosikan
kompetisi yang sangat juga lebih bebas. Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang
ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang.
Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar
kecilnya sebuah perusahaan.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep
pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan,
menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
mampu mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak
untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita
optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat
diatasi. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah :
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku
bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing
untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu,
pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan
menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan
kondisi masyarakat.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
"uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan Jati Diri
Dengan berhubungan pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi (IPTEK)
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan Persaingan Sehat
Persaingan dalam dunia
bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan
yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga
dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan
keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan
keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal
mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun
saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis
sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi
apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa
dan negara.
7. Jujur dan Sehat
Artinya, kalau
pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang
terkait.
8.
Menumbuhkan Sikap Saling Percaya
Untuk menciptakan
kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk
berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten
Aturan main yang telah
disepakati bersama Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan
dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan
etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati,
sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain
mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas
semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuh kembangkan kesadaran
Jika etika ini telah
memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan
kenyamanan.
Contoh
Pelanggaran Etika Bisnis Pada Era Globalisi, dalam permasalahan kasus Indomie
yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat
kosmetik. Pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk
Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk
sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie. Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. "Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata Ketua
Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. A Dessy
Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung
di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya
bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas
wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin
melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah,
Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie
sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan
kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk
Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan
karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Pembahasan Masalah. Indofood
merupakan salah satu perusahaan global asal indonesia yang produk-produknya
banyak di ekspor ke negara-negara lain. Salah satunya adalah produk mi instan
Indomie. Di Taiwan sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping
produk-produk mi instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun
banyak membanjiri pasar dalam negeri Taiwan. Harga yang ditawarkan oleh Indomie
sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan
mi instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya.
Disamping harga yang murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan produk mi instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai
varian rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal
Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie selain karena
harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk Indomie. Tentu
saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produk
mereka menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir
pihak perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk
Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena
mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan. Hal
tersebut sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie.
Mereka menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium dengan hasil
yang dapat dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah
diterima dengan baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun
lamanya. Dengan melalui tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan
nasional maupun internasional yang sudah memiliki standarisasi tersendiri
terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji
kelayakan untuk dikonsumsi. Dari fakta tersebut, disinyalir penarikan produk
Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena persaingan bisnis
semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal. Yang menjadi pertanyaan
adalah mengapa tidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan,
atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?. Melainkan
mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi pada saat produk tersebut
sudah menjadi produk yang diminati di Taiwan. Dari kasus tersebut dapat dilihat
bahwa ada persainag bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.